Dianggap Meresahkan, KPI menghentikan Tayangan SILET

silet-kompas-11-10

Stop SILET! foto kompas.com

Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI memutuskan untuk menghentikan tayangan infotainment SILET. Hal ini dilakukan setelah mendapat laporan dari 1000-an lebih masyarakat yang menganggap tayangan tentang bencana Merapi pada tanggal 7 november 2010, dianggap meresahkan masyarakat, terutama yang berada disekitar gunung Merapi

Ramalan akan datangnya bencana yang lebih besar, seperti yang diucapkan presenter Fenny Rose, telah membuat panik para pengunsi Merapi. Bahkan dikabarkan, 550 pengungsi di Muntilan berkeras minta dipindahkan ke Kulonprogo, setelah melihat tayangan SILET di RCTI . Padahal daerah Muntilan merupakan daerah aman.

Sebenarnya bukan kali ini saja tayangan yang cenderung eksploitatif dan manipulatif seputar bencana alam terjadi. Bahkan ironisnya hal ini juga sering dilakukan dalam tayangan BERITA atau LAPORAN KHUSUS oleh media elektronik, yang seharusnya tunduk pada kode etik jurnalisme.

Terkait bencana alam dan bencana lain yang terjadi, yang dibutuhkan masyarakat adalah info akurat dan perkembangannya, serta berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi berikutnya, yang berasal dari SUMBER RESMI yang kompeten dan dapat dipertanggung-jawabkan. Bukan dari sumber yang tidak jelas, atau hanya berdasar isue dan tafsir mistis dari orang-orang yang tidak jelas kompetensinya.

Masyarakat juga tidak butuh tayangan-tayangan yang mengharu biru tentang para korban, yang ironisnya kadang tidak memperhatikan sisi-sisi kemanusiaan dari mereka. Tayangan CLOSE-UP dari mayat korban bencana, wajah-wajah yang menangis dan histeris. Semua itu tak layak menjadi tontonan publik. Bahkan kalau tayangan tersebut dimaksudkan untuk menyentuh perhatian publik, agar mau membantu mereka. Apalagi kalau hanya sekedar untuk mendongkrak rating program acara tertentu atau station TV!

Sebagai penutup saya mencoba mengingatkan anda tentang sebuah tayangan berita kerusuhan KOJA beberapa bulan yang lalau. Tentang seorang atau beberapa kameramen TV atau media lain, yang sedang mengabadikan seorang anggota SATPOL PP yang sekarat dan sedang dipukuli massa yang marah. KALAU TIDAK MAMPU ATAU BERANI MENOLONG, MENGAPA MEREKA TIDAK PERGI SAJA? Mengapa mereka malah mengabadikannya seolah sedang melakukan pengambilan gambar untuk sebuah film?

Bukan Saatnya Berdebat dan Adu Pintar

korban merapi ti-2010-11

Evakuasi korban Merapi-foto tempointeraktif

Sebuah kebiasaan buruk jika kita terbiasa berdebat dan memamerkan kemampuan tentang cara-cara terbaik menanggulangi bencana dan penanganan terhadap korban, setelah bencana terjadi. Karena saat ini adalah waktunya untuk beraksi, bukan waktu yang tepat untuk pamer pengetahuan dan kemampuan.

Tak terkecuali bagi Jusuf Kalla, Mantan Wakil Presiden dan Ketua Umum Palang Merah Indonesia. baca selengkapnya…

Mengapa Yusril Terkesan Mengulur-ngulur Waktu?

foto

Yusril Ihza Mahendra-foto kompas.com

Bagi kebanyakan orang, berurusan dengan hukum adalah sesuatu yang tidak mereka harapkan. Namun kalau tergelincir atau terpaksa berurusan dengan hukum, pasti mereka menginginkan proses yang cepat dan adil.

Tak beda dengan Yusrli Ihza Mahendra, sudah pasti beliau ingin kasus yang menjeratkan segera tuntas. Tentu harapannya dengan kemenangan di pihaknya! Jika perlu harus bisa menang pada kesempatan pertama. Tak perlu sampai ke pengadilan.

Bagi Yusril, tentu hal tersebut bukan hal yang mustahil! baca…

Mantan Politikus PDIP Terdakwa Kasus Suap Gugat KPK 25 Milyar

Kita tak perlu terlalu memperhatikan keputusan para mantan politikus PDIP terdakwa kasus suap, yang menggugat KPK Rp 25 milyar. Namun kita juga jangan mengabaikan, terutama jika mereka melakukan gugatan hukum tersebut sebagai serangan balik untuk mengganggu fokus KPK yang sedang mengusut kasus suap yang diduga melibatkan mereka.

Upaya hukum semacam itu sudah sering dilakukan para tersangka atau terdakwa kasus-kasus suap dan korupsi, sebagai upaya pembelaan maupun untuk berkelit dari kasus yang sedang menjeratnya. baca…

Mengkritisi Keputusan Mbah Maridjan

foto

Mbah Maridjan-foto detikcom

Semoga segala pujian terhadap mbah Maridjan hanya karena tabu membicarakan hal-hal buruk dari orang yang sudah meninggal. Bukan karena euforia pemujaan kepada sang penjaga Merapi yang sangat fenomenal tersebut.

Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap mbah Maridjan, saya tetap menganggap keputusannya untuk tetap tinggal di dusun saat terjangan awan panas tinggal menunggu waktu, adalah keputusan yang kurang tepat. Keputusan yang dilandasi sikap fatalisme. Pasrah atas nasib atau kejadian buruk yang akan menimpanya, sementara kesempatan untuk menghindar masih terbuka lebar! baca…

Menguji Keiklasan PKS dan PARPOL Lain Dalam Membantu Korban Bencana

foto

Anis Mata-foto detikcom

Berbeda dengan bencana gempa bumi dan tsunami di Mentawai yang menelan ratusan korban jiwa, bencana letusan gunung Merapi seharusnya tidak lagi menelan korban jiwa. Karena dibandingkan gempa di Mentawai yang terjadi secara mendadak, letusan gunung Merapi telah diprediksi waktu terjadinya beberapa hari sebelumnya. Evakuasi penduduk disekitar daerah yang dianggap berbahayapun telah dilakukan. Namun celakanya tidak semua penduduk mau dievakuasi ke pos-pos pengungsian yang telah disediakan. Mengapa?

Salah satu penyebab enggannya beberapa penduduk untuk dievakuasi adalah, ketidaknyamanan hidup di pos-pos pengungsian, padahal mereka harus tinggal di sana dalam waktu yang cukup lama. Faktor lain adalah tidak adanya fasilitas untuk memelihara ternak, sehingga mereka segera kembali ke desa meskipun keadaan belum aman.

Oleh karena itu, menanggapi permintaan Sultan Hamengku Buwono X, melalui pernyataan Sekjennya Anis Matta, PKS akan membangun barak pengungsian yang lebih nyaman. Sesuatu yang perlu diapresiasi positif, namun baca…